Pakaian Adat Pra-Islam
Sebelum pengaruh Islam masuk ke Jawa Barat, pakaian adat masyarakat Sunda memiliki ciri khas. Pakaian tersebut umumnya terbuat dari kain tenun yang dihiasi dengan motif-motif tradisional.
Wanita sering mengenakan kain batik atau kain tenun yang dibalutkan secara indah, sedangkan pria memakai kain sarung.
Dengan masuknya Islam ke Jawa Barat pada abad ke-14, terjadi perubahan signifikan dalam pakaian adat. Wanita mulai mengenakan kerudung atau hijab sebagai bagian dari ajaran Islam. Pakaian tradisional Jawa Barat pun mulai menggabungkan unsur-unsur Islam dalam desainnya.
Ragam Pakaian Adat Jawa Barat
Jawa Barat adalah provinsi yang dikenal dengan keragaman budayanya, dan pakaian tradisional merupakan salah satu manifestasi yang paling mencolok dari keragaman tersebut. Baju adat Jawa Barat memiliki beragam jenis, masing-masing dengan karakteristik uniknya.
Dalam bagian ini, kita akan menjelajahi beberapa jenis pakaian adat yang masih digunakan hingga saat ini dan bahkan beberapa diantaranya dimodifikasi sehingga dapat digunakan sehari-hari.
Kebaya adalah salah satu baju adat yang paling ikonik dalam budaya Jawa Barat. Pada umumnya, kebaya terdiri dari blus dengan lengan panjang dan rok panjang. Pilihan warna dan motif kebaya bisa sangat bervariasi tergantung pada jenis upacara atau kegiatan.
Sementara itu, baju koko adalah pakaian adat pria yang sering dipadukan dengan celana panjang. Baju koko biasanya memiliki kancing di depan dan juga bisa beragam dalam hal warna dan desain.
Dodotan adalah jenis pakaian adat yang digunakan oleh wanita dalam berbagai upacara adat, terutama dalam konteks pernikahan.
Nah, dodotan ini terdiri dari kain panjang yang dibalutkan dengan teknik khusus untuk menciptakan drapery–lipatan-lipatan– yang indah. Pilihan warna dodotan sering kali memiliki makna simbolik.
Pakaian adat Sunda memiliki variasi yang luas tergantung pada daerah di Jawa Barat. Salah satu contoh pakaian adat Sunda adalah “kebaya encim” yang memiliki lengan panjang dan kain panjang yang dibalutkan. Pakaian ini sering digunakan dalam berbagai upacara adat Sunda.
Penyimpanan dan Pewarisan
Pakaian adat sering kali diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, penyimpanan yang benar dan pemeliharaan yang baik sangat penting untuk menjaga agar pakaian tetap dalam kondisi terbaik.
Penanda Identitas Kultural
Pakaian adat adalah salah satu cara paling jelas untuk mengidentifikasi asal usul seseorang. Berdasarkan jenis dan desain pakaian yang dikenakan, orang dapat dengan mudah mengenali suku, daerah, atau kelompok etnis dari individu tersebut. Pakaian adat mencerminkan kekayaan budaya Jawa Barat yang luar biasa.
Oleh: Risa Nopianti (BPNB Jabar)
Tari topeng merupakan kesenian yang lahir dan berkembang di sekitar wilayah Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Tarian ini disebut Tari Topeng karena penari menggunakan topeng atau kedok sebagai asesoris tariannya, yang berfungsi untuk menutupi wajah penari. Penggunaan topeng ini juga terkait dengan jenis tarian yang dimainkan, yang tentunya sesuai dengan karakter topeng atau kedok yang dipergunakan.
Tari topeng merupakan jenis tarian rakyat yang hidup di desa-desa di Cirebon dan sekitarnya. Versi lain menyebutkan bahwa kesenian ini berasal dari Jawa Timur, yang tersebar ke Cirebon pada masa pemerintahan kerajaan Jenggala (abad 10-11 M). Hal tersebut tidak terlepas dari adanya kebijakan pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-17 yang membatasi kesenian di Keraton Cirebon. Dengan demikian banyak para seniman yang akhirnya memilih untuk pulang kampung dan menjadi seniman jalanan dengan mengembangkan seni topeng ini di daerahnya masing-masing. Sejak saat itulah, tari topeng secara organik berkembang ditengah masyarakat kebanyakan bukan di lingkungan keraton.
Keberadaan tari topeng di wilayah Cirebon terjadi seiring dengan periode awal penyebaran agama Islam di kota tersebut. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam, Sultan Cirebon Syekh Syarif Hidayahtulah yang juga seorang anggota Wali Songo bergelar Sunan Gunung Jati, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakan tari topeng dan enam jenis kesenian lain yaitu, Wayang Kulit, Gamelan, Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan sebagai alat penyebaran Agama Islam. Selain itu kesenian-kesenian tersebut juga diciptakan sebagai sebuah karya seni yang memiliki nilai estetis, sehingga dapat digelar di lingkungan Keraton.
Dalam perkembangannya pada masyarakat, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik dengan menampilkan beberapa jenis tarian berbeda disesuaikan dengan kedok yang digunakan. Sesuai dengan urutannya tari Topeng Cirebon terdiri dari tari Topeng Panji, tari Topeng Samba, tari Topeng Rumyang, tari Topeng Temanggung dan tari Topeng Kelana atau Rahwana. kelima jenis topeng ini kemudian dikenal dengan nama Panca Wanda (lima rupa).
Kelima purwa rupa Topeng Cirebon ini memiliki keunikan dan cerita yang mendasarinya sendiri-sendiri. Filosofi lima purwa Topeng Cirebon mengandung makna siklus hidup manusia. Pada masa kanak-kanak disimbolkan dengan Topeng Panji, yang memiliki rupa dan gerakan tari yang lembut layaknya anak-anak. Beranjak remaja Topeng Samba menjadi perwakilan masa hidup manusia yang lincah dan penuh rasa ingin tahu. Topeng Rumyang mewakili siklus hidup manusia dewasa, rupanya yang bersemu merah menandakan kedewasaan, begitu pula gerakannya yang semakin mantap menunjukkan manusia yang mendekati kemapanan. Adapun Topeng Temanggung menceritakan siklus kehidupan manusia yang telah menginjak pada masa kematangan dan kemapanan sempurna, hal ini ditandai dengan rupanya yang menggambarkan seseorang yang telah mencapai puncak kedewasaan, dan gerakan tari dari Topeng Temanggung yang sangat dinamis.
Tari topeng Kelana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Kelana dalam cerita Panji. Di Cirebon, topeng Kelana dan Rawana kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana Arja dan Keni Arja dari Slangit; Sutini dari Kalianyar; dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut dari kostumnya. Sekalipun kedok yang digunakan hampir mirip, dan kostum yang digunakan juga sama yaitu kostum irah-irahan atau makuta. Hanya saja kostum Rahwana menggunakan detail badong atau praba pada bagian kepala dan punggungnya seperti kostum wayang wong, sedangkan kostum tari Kelana tidak menggunakan badong.
Berbeda dari topeng-topeng sebelumnya yang memfilosofikan siklus kehidupan manusia, Topeng Kelana, adalah jenis topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah. Tari Topeng Kelana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, ditandai dengan warna merah dari kedoknya. Tariannya sangat bertenaga dan bersemangat, sehingga lebih disenangi oleh penonton dibanding dengan tari topeng jenis lainnya. Gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang.
Struktur tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok). Beberapa dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Kelana yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Kelana Udeng yang diiringi lagu Dermayonan.
Belanja produk fashion original hingga kecantikan dan terlengkap di ZALORA. Dapatkan diskon hingga penawaran harga murah khusus untukmu!
Pakaian adat Jawa Barat merupakan bagian yang sangat berharga dari kekayaan budaya Indonesia. Dikenal karena keindahan desainnya, makna simbolik, serta keragaman jenisnya, pakaian adat Jawa Barat memiliki tempat istimewa dalam sejarah dan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Barat.
Dalam rangka meningkatkan literasi kebudayaan Indonesia, ZALORA akan membahas secara mendalam tentang pakaian adat Jawa Barat, dari sejarahnya yang panjang hingga pengaruhnya dalam dunia mode kontemporer. Simak informasinya berikut ini.
Baca juga : Kenalan sama Kebaya Encim, Kebaya Favorit Ibu Iriana!
Pemotongan dan Jahitan
Setelah pola dibuat, kain dipotong sesuai pola tersebut. Kemudian, pakaian dijahit bersama dengan perincian-perincian seperti renda, manik-manik, atau hiasan lainnya. Keterampilan jahitan yang tinggi diperlukan untuk memastikan pakaian terlihat indah dan sesuai dengan tradisi.
Proses pembuatan pakaian adat seringkali melibatkan bordir tangan atau mesin. Hiasan-hiasan seperti sulaman emas atau perak sering digunakan untuk menambahkan detail yang indah pada pakaian. Hiasan-hiasan ini juga bisa memiliki makna simbolik yang dalam.
Setelah semua bagian pakaian selesai dijahit dan dihias, pakaian adat kemudian disatukan. Ini mencakup proses menjahit bagian-bagian seperti rok, blus, dan selendang untuk wanita, atau kemeja dan celana untuk pria. Pakaian kemudian disetrika dan dirapikan.
Pencucian dan Perawatan
Setelah selesai, pakaian adat harus dicuci dan dirawat dengan hati-hati. Proses pencucian ini sering kali melibatkan teknik khusus untuk menjaga warna dan kualitas kain.
Pentingnya Pakaian Adat dalam Budaya Jawa Barat
Pakaian adat bukan hanya sekadar busana tradisional, tetapi juga merupakan penanda identitas, status sosial, dan peristiwa penting dalam kehidupan. Dalam bagian ini, ZALORA akan membahas pentingnya pakaian adat dalam konteks budaya Jawa Barat.
Sejarah Pakaian Adat Jawa Barat
Pakaian tradisional khas Jawa Barat memiliki sejarah yang panjang dan kaya, mencerminkan perkembangan budaya dan tradisi masyarakat Jawa Barat selama berabad-abad.
Sejarah pakaian adat ini mencakup evolusi desain, pengaruh budaya luar, serta makna-makna yang terkait dengan setiap jenis pakaian. Untuk mengetahui lebih dalam tentang Pakaian tradisional khas Jawa Barat, berikut informasi selengkapnya.
Penyampaian Pesan dan Cerita
Motif, warna, dan desain pada pakaian adat seringkali memiliki makna simbolik dan dapat mengisahkan cerita-cerita budaya. Setiap elemen pada pakaian bisa mengandung pesan tertentu, baik tentang kepercayaan, sejarah, atau filosofi hidup.
Pakaian adat berperan penting dalam melestarikan budaya tradisional. Dengan mengenakan pakaian adat baik dalam acara dan hari-hari khusus atau bahkan sehari-hari, masyarakat Jawa Barat dan bahkan masyarakat Indonesia terus merayakan warisan leluhur serta melestarikan nilai-nilai budaya.